Pelibatan Kelompok Rentan Dalam Membangun Ketangguhan PRB
Kabupaten Malang Jawa Timur - Bimbingan teknis
destana yang diselenggarakan oleh Siap Siaga, dikemas dengan banyak diskusi,
sehingga pesertanya terlibat dalam pertukaran informasi, gagasan dan pengalaman
mendampingi destana. Dalam diskusi yang dipandu Mambaus Suud bertempat di
gedung Balai Besar Pelatihan Pertanian, Ketandan, Lawang, Kabupaten Malang Jawa
Timur Kamis (23/6/2022), juga membahasa tentang kendala yang sering dialami
dalam upaya mengikutsertakan kelompok rentan. Seperti diketahui bahwa
keberadaan mereka yang sering terlupakan, dan disisi lain mereka sendiri tidak mau tampil karena malu.
“Padahal Negara lewat regulasi telah menjamin keterlibatan
mereka dalam giat kemasyarakatan, termasuk dalam giat destana. Agar mereka bisa
mengambil manfaat dalam proses PRB (Pengurangan Risiko Bencana) dan PB (Penanggulangan
Bencana) sesuai Perka BNPB Nomor 13 dan 14,” kata Risa Fasilitator, mencoba
memperjelas tentang pentingnya pelibatan kelompok rentan dalam destana.
Dikatakan pula bahwa, tidak jarang di beberapa daerah,
keberadaan kelompok rentan sengaja disembunyikan dan tidak didata karena
dianggap aib. Sementara, warga desa yang diajak dalam musyawarah desa, hanya
orang-orang yang telah dikenal dekat oleh perangkat desa, sehingga warga,
khususnya kelompok rentan diluar lingkaran perangkat desa jarang diajak, dengan
berbagai alasan. Diantaranya agar tidak ngrepoti dalam pelaksanaan kegiatan.
Semua ini terjadi karena ketidaktahuan bagaimana cara berkomunikasi dengan kelompok rentan. Khususnya para penyandang disabilitas. Sementara di sisi kelompok rentan, mereka lebih senang menjadi orang yang ditolong, tidak mau ngrepoti orang lain, dan takut mengganggu kegiatan orang lain.
Mereka juga tidak memiliki akses ke banyak pihak, khususnya
ke pusat kekuasaan. Akibatnya keberadaan
mereka kurang dianggap dan tidak terlayani, bahkan tidak dimasukkan dalam database
desa, serta hak-hak sosialnya sering terlewatkan. Seperti tidak mendapat
bantuan dari pemerintah. Inilah yang harus dibenahi dalam rangka percepatan
membangun ketangguhan destana.
Padahal mereka pasti punya kemampuan yang bisa dimanfaatkan
dalam kehidupan sosial. Untuk menggali data tentunya perlu dilakukan dengan
memanfaatkan monografi desa/peta desa, studi dokumen/literatur/laporan yang ada
di desa. Termasuk tanya ke berbagai pihak yang memiliki pengaruh di daerah.
Namun jangan lupa, juga menggunakan teknik dan strategi
sesuai konsep PRA (partisipatory rural appraisal). Ada pula metode Partisipation
Learning Action (PLA), merupakan
proses dimana masyarakat terlibat dalam pembahasan merencanakan sebuah program.
Termasuk dalam pendataan.
“Data yang didapat sangat penting untuk mengidentifikasi kerentanan, kapasitas, dan ancaman yang ada. Kemudian data itu akan menjadi bahan masukan untuk menyusun program selanjutnya dan proses fasilitasinya akan lancar,” kata Cak Suud, panggilan akrab Mambaus Suud.
Semua peserta bimtek sepakat bahwa, kelompok rentan perlu dilibatkan dalam giat kebencanaan (destana) agar mereka memiliki kesadaran akan pentingnya kebencanaan untuk membangun ketangguhan masyarakat. Mereka pun rawan tidak mendapatkan layanan bantuan saat terjadi bencana.
Diskusi yang seperti ini, menurut Mambaus Suud, merupakan
praktek pembelajaran yang baik dan penuh makna. Untuk itulah ke depan jika
peserta bimtek berkesempatan melakukan fasilitasi pembentukan destana, bisa
menggunakan metode belajar yang seperti ini. Dengan harapan, ke depan dokumen
yang akan disusun semakin berkualitas sesuai dengan SNI dan PKD.
Nadiroh, salah satu alumni fasilitator destana, mengatakan
bahwa, pelibatan aktor daerah dalam Forum PRB harus mencerminkan pentahelix.
Namun masalahnya, tidak semua daerah bisa menggerakkan berbagai pihak untuk
mendukung keberadaan destana maupun forum. Sehingga terpaksa dipilih
orang-orang yang mau berkegiatan.
Untuk itulah, sebagai fasilitator harus bisa berlaku adil
terhadap semua pihak yang terlibat, termasuk melibatkan kelompok rentan dalam
penyusunan dokumen yang diperlukan sebagai kelengkapan destana. Juga upaya
pembentukan Forum PRB desa serta rapat untuk membahas penganggaran APBDes dengan
perangkat desa setempat.
Perlu juga melibatkan beberapa wakil komunitas untuk proses
pengumpulan data, juga mencari informasi yang dapat mendukung pendataan. Dari
situlah fasilitator bisa melibatkan kelompok rentan dalam siklus PB sesuai
kemampuannya. Termasuk menyiapkan segala sesuatunya untuk melayani kebutuhan
kelompok rentan sesuai kondisinya.
Disinilah, kreativitas dari fasilitator sangat menentukan berjalannya sebuah kegiatan, termasuk kemampuan membaca situasi agar semua tetap terkendali. Sehingga keterlibatan semua pihak dalam membangun ketangguhan, benar-benar tampak perannya. Sehingga nantinya bisa dicontoh oleh daerah lain dengan konsep amati, tiru, dan modifikasi sesuai kearifan lokal. Mengingat masing-masing daerah memiliki kebijakan sendiri terkait dengan masalah kebencanaan. [eB]
Post a Comment