Tujuh Rekomendasi Agenda Bali Untuk Resiliensi Berkelanjutan Pada GPDRR
Nusa Dua Bali – Pada acara penutupan, Indonesia
berkesempatan untuk menyampaikan tujuh rekomendasi Agenda Bali untuk Resiliensi
Berkelanjutan pada Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7.
Rekomendasi tersebut disampaikan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto di Bali Nusa
Dua Convention Centre pada Jumat (27/5/2022). Dirilis dari laman BNPB yang
disampaikan oleh Abdul Muhari, Ph.D. Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan
Komunikasi Kebencanaan BNPB.
Pertama, pengurangan risiko bencana perlu diintegrasikan
pada kebijakan-kebijakan utama pembangunan dan pembiayaan, legislasi, dan
rencana pencapaian Agenda 2030. Suharyanto mengatakan, Platform Global
menyerukan transformasi mekanisme tata kelola risiko untuk memastikan
pengelolaan risiko merupakan tanggung jawab bersama lintas sektor, sistem,
skala, dan batas.
“Sejumlah contoh menunjukkan bahwa bekerja secara horizontal
dan vertikal dapat membantu pemerintah untuk memecahkan masalah kesenjangan
kelembagaan dan ego sektoral, ujarnya.
Kedua, hanya dengan perubahan sistemik masyarakat dunia
dapat memperhitungkan kerugian yang sesungguhnya dari bencana dan kerugian dari
ketiadaan aksi, serta membandingkannya dengan investasi dalam pengurangan
risiko bencana.
“Contoh baik dari komitmen politik yang ditunjukkan dalam
bentuk target anggaran yang disahkan dan mekanisme pelacakan untuk pengurangan
risiko bencana bermunculan, yang harus dipromosikan dan direplikasi,” pesan
Suharyanto yang sekaligus sebagai Ketua I Panitia Nasional GPDRR.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, strategi pembiayaan
pengurangan risiko bencana dapat mengarahkan dan memprioritaskan investasi dan
harus dimasukkan dalam kerangka pembiayaan nasional yang terintegrasi.
Ketiga, Platform Global diselenggarakan diantara COP 26 dan COP 27 mencermati tingkat emisi saat ini jauh melebihi upaya mitigasinya, yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian bencana, dan mengancam pencapaian Agenda 2030.
“Platform Global meminta para pemerintah untuk menghormati
komitmen yang dibuat di Glasgow untuk secara drastis meningkatkan pembiayaan
dan dukungan untuk adaptasi dan resiliensi,” tegasnya.
Suharyanto juga mengatakan, terdapat kebutuhan mendesak
untuk meningkatkan pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari solusi untuk
mengatasi keadaan darurat iklim, seraya meningkatkan dan mencapai ambisi
iklim.
Tujuan Global tentang Adaptasi, dan Santiago Network sebagai
bagian dari mekanisme internasional untuk kerugian dan kerusakan. Hal tersebut
menawarkan peluang yang tepat untuk menjadikan mekanisme dan instrumen
pengurangan risiko bencana sebagai bagian yang tak terpisahkan dari aksi iklim.
Keempat, bencana memberikan dampak berbeda kepada setiap
orang. Ini menyerukan pendekatan partisipatif dan berbasis HAM untuk memasukkan
semua sesuai prinsip "Tidak ada apa-apa tentang kita tanpa kita"
dalam perencanaan pengurangan risiko bencana dan implementasinya pada masyarakat
yang berisiko.
Investasi pada generasi muda dan profesional muda harus
ditingkatkan untuk merangsang inovasi dan solusi kreatif.
“Harus ada komitmen ulang terhadap keterlibatan masyarakat,
dan pengurangan risiko bencana yang digerakkan oleh masyarakat, serta mendukung
struktur lokal yang ada dan membangun resiliensi,” ujarnya.
Kelima, Platform Global memberikan rekomendasi yang dapat
mendukung pelaksanaan seruan Sekretaris Jenderal PBB untuk memastikan setiap
orang di muka bumi dilindungi oleh sistem peringatan dini dalam jangka waktu
lima tahun ke depan.
Respons terhadap seruan tersebut harus mempertimbangkan
rantai nilai peringatan dini yang berpusat pada masyarakat secara menyeluruh
dari ujung ke ujung – mulai dari penilaian risiko hingga infrastruktur dan
menjangkau tujuan akhir.
“Pengembangan sistem peringatan dini multi bahaya harus
melibatkan masyarakat yang paling berisiko dengan kapasitas kelembagaan,
keuangan dan sumber daya manusia yang memadai untuk melakukan aksi berdasarkan
peringatan dini,” ujar Suharyanto.
Ketersediaan dan kualitas data yang lebih baik, sumber daya
keuangan, tata kelola yang efektif dan mekanisme koordinasi yang lebih baik
antara para pemangku kepentingan akan memperkuat sistem peringatan dini multi
bahaya, khususnya di negara-negara tertinggal (LDC), negara berkembang pulau
kecil (SIDS) dan Afrika.
Keenam yaitu potensi pembelajaran transformatif dari pandemi
Covid-19 harus diterapkan sebelum jendela peluang tersebut tertutup.
“Pendekatan saat ini untuk pemulihan dan rekonstruksi tidak
cukup efektif dalam melindungi hasil pembangunan maupun dalam membangun kembali
dengan lebih baik, lebih hijau dan lebih adil,” jelasnya.
Suharyanto mengatakan, ada kebutuhan untuk mendorong sistem manajemen risiko bencana yang adaptif dan responsif dengan kolaborasi multipemangku kepentingan disertai dengan empati, solidaritas, kerja sama, dan semangat kesukarelaan khususnya untuk mengatasi ketidakadilan.
Terakhir, pelaporan yang komprehensif dan sistematis,
termasuk tinjauan kemajuan yang mendalam terhadap semua target Kerangka Sendai
oleh Negara-negara Anggota akan membantu menarik rekomendasi yang jelas untuk
midterm review Kerangka Sendai.
“Platform Global menyerukan kepada semua negara anggota,
organisasi regional, dan pemangku kepentingan untuk terlibat dalam midterm
review Kerangka Sendai ini untuk memahami dengan jelas tantangan dan hambatan
implementasi dan mempercepat upaya untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada
tahun 2030,” tutupnya.
Post a Comment