Ketua Komnas Perlindungan Anak Berharap, Jaksa Menolak Saksi Meringankan Yang Diajukan Terduga Terdakwa Kasus SPI
Kota Malang Jawa Timur – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak
(Komnas PA) Aris Merdeka Sirait telah hadir mengikuti persidangan kasus SMA
Selamat Pagi Indonesia (SPI) Julianto Eko Saputro di Pengadilan Negeri Malang
Rabu (11/5/2022). Kehadiran Aris Merdeka Sirait didampingi oleh Ketua Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) Kota Batu Fuad Dwiyono.
Menurut Aris Merdeka Sirait setelah hari raya Lebaran, dimulai
hari ini mengikuti persidangan di PN Malang kasus minta keterangan Kasus SPI.
Disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum kepadanya bahwa saksi korban belum
terkomunikasi dengan baik, akhirnya ditambahkan saksi yang diduga asisten yang
diduga pelaku. Kita mengetahui bahwa ada latar belakang, yang dihadirkan untuk sidang
hari ini saksi dari terduga pelaku yang meringankan. Tetapi kita tahu latar
belakangnya justru sebenarnya tidaklah layak untuk dijadikan saksi meringankan karena
perilakunya sama seperti terdakwa, juga pelaku kejahatan seksuallah. Itu tentu tidak layak untuk dijadikan saksi yang
meringankan. Oleh karena itu Komnas Perlindungan Anak terus mendorong Jaksa
Penuntut Umum untuk mengumpulkan fakta-fakta untuk benar-benar bisa membuat
suatu runtutan/tuntutan.
“Saya ke Pengadilan Negeri Malang untuk memonitor kasus ini, tetapi kemarin kita juga telah menyerahkan pelimpahan berkas perkara yang dilaporkan oleh mantan murid SPI yang pernah mengalami kekerasan eksploitasi ekonomi yang dilaporkan di Polda Bali. Kemarin juga sudah dilimpahkan dan diterima oleh Polda Jatim dan dalam waktu dekat akan dikenakan dua tuntutan obyek pidananya yang sekarang berjalan di PN Malang adalah kejahatan seksualnya dan minggu depan kemarin kami sudah ketemu penyidik untuk kasus yang dilaporkan Sdr Robert yang mengalami eksploitasi ekonomi bertahun-tahun sejak dia anak-anak, “tuturnya.
“Karena kasus sudah berjalan 8 bulan sudah ada yuriprudensi
di Kejati Jabar dengan kasus yang hampei sama Kejahatan Seksual, saya kira ini
sudah hampir melebihi batas waktu sepuluh bulan
saya kira tidak lajim. Saya kira kejahatan seksual itu menurut UU No. 12
tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, ini tidak boleh melebihi dari
3 bulan dan ini sudah mencapai 10 bulan. Harapan saya, ini fakta-fakta
dipersidangan sudah menunjukkan bahwa terduga pelaku ini telah melakukan kejahatan
seksual. Saya berharap terduga pelaku Sdr Yulianto ini bisa dihukum paling
tidak 20 tahun, bisa juga hakim berpendapat lain bisa juga seumur hidup. Karena
ada Yurisprudensi baik itu di Pengadilan Negeri Surabaya, Bangkalan dan terakhir
itu di PN Bandung.”tambahnya.
Saya berharap seluruh Lembaga perlindungan anak di Indonesia
termasuk para pekerja perlindungan anak, masyarakat, tokoh agama, kepala suku,
mari kita mendorong setiap kali terjadi
kejahatan seksual tidak ada toleransi dan itu harus dilakukan penegakan hukum. Saya
berharap kasus Yulianto Eko Saputro ini yang sedang bergulir di PN Malang dia akan
mendapatkan ganjaran sesuai dengan harapan kita. Mari bersama-sama semua segmen
untuk menyatukan langkah bahwa kejahatan seksual itu tidak ada toleransi dan harus
ditegakkan.
“Saya sangat kecewa hari ini, justru yang dihadirkan dianggap dapat meringankan terdakwa menurut data Komnas Perlindungan Anak, justru saksi yang dihadirkan meringankan itu sama bejatnya, sama tindakannya, sama perilakunya seperti terdakwa. Jadi tidak layak sebenarnya. Itu artinya jaksa penuntut umum sudah harus menolak saksi itu. Bagaimana cara menolaknya, Jaksa punya kewenangan menolak itu untuk pembelaan saksi pelapor. Tidak layak, bagaimana seseorang meringankan kalau melakukan tindakan yang sama? Itu artinya kurang teliti. Oleh karena itu harus menjadi pertimbangan Jaksa Penuntut umum dan mudah-mudahan nanti ada pertimbangan-pertimbangan dari Kajati bahwa tidak boleh menghadirkan saksi yang seperti ini dan tidak boleh menghadirkan saksi yang meringankan tetapi mempunyai perilaku yang sama, “pungkasnya. (Erwin)
Post a Comment