Perlunya Keterlibatan Multi Pihak Dalam GPDRR 2022 Untuk Penyusunan Kebijakan Ke Depan
Surabaya Jawa Timur - Dalam rangka menyambut Global Platform
Disaster Risk Reduction (GPDRR) di Bali tanggal 23-27 Mei mendatang, MPBI
(Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia), memprakarsai dialog dengan
sesama organisasi masyarakat sipil dan pemerintah terutama terkait 1) semangat
dan tujuan umum pelibatan masyarakat sipil di GPDRR; 2) kerangka besar narasi
GPDRR pada tataran global, nasional dan dengan masyarakat sipil; 3)
penyelarasan rancangan dan mata kegiatan pemerintah dan aspirasi para
organisasi masyarakat sipil terutama dari sektor dan daerah.
Menurut panitia, kegiatannya banyak digelar dalam bentuk
daring untuk menjangkau banyak pihak di berbagai daerah, demi keselamatan dan
kesehatan (dan penghematan anggaran) di era pandemi covid-19. Ini dilakukan
sebagai upaya menemukenali berbagai praktik baik upaya pengurangan risiko
bencana yang telah dilakukan oleh berbagai pihak beserta permasalahannya.
“Terkait dengan ini, peran masyarakat yang diharapkan bisa
dilakukan adalah mengidentifikasi berbagai praktik baik dan pembelajaran
terkait pengurangan risiko bencana di berbagai daerah serta mendokumentasikannya
sebagai lesson learning bagi para pihak,” kata moderator webinar sosialisasi
GPDRR, selasa siang (12/04/2022).
Dalam webinar yang mengambil tema, Dari Risiko ke Resiliensi, gelaran GPDRR 2022 ini merupakan forum multi-pemangku kepentingan untuk membahas isu-isu yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana. Baik secara luring maupun daring.
Kegiatan dua tahunan itu bertujuan untuk melakukan
monitoring, evaluasi, sekaligus menghimpun berbagai macam tren baru penanganan
kebencanaan, termasuk juga cara-cara baru yang dilakukan oleh berbagai negara
sebagai praktik yang baik untuk dijadikan dasar menyusun rencana aksi
penanganan bencana untuk dua tahun ke depan.
Hal ini sejalan dengan semangat Sendai Framework, yang
bertujuan untuk mendorong tata kelola dan pemahaman risiko yang lebih baik,
investasi yang lebih besar dalam ketahanan dan peningkatan kesiapsiagaan untuk
respons, pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi yang efektif.
Sebagai upaya memperkuat kemitraan menuju ketangguhan yang
berkelanjutan, kiranya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Diantaranya,
meningkatkan tata kelola risiko bencana bagi semua pihak, manajemen risiko
bencana yang mengedepankan kearifan lokal.
Tidak kalah pentingnya adalah pelibatkan masyarakat dalam
setiap upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan pemerintah, melalui
komunikasi, informasi dan edukasi secara masif. Diantaranya, menyusun dokumen
kajian risiko bencana dan rencana penanggulangan bencana. Ini merupakan
modalitas daerah untuk mempersiapkan masyarakatnya tangguh menghadapi bencana.
Dari situlah kemudian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah dalam mengoptimalkan perencanaan pembangunan daerah berbasis pengurangan risiko bencana. Hal tersebut diwujudkan dalam integrasi rencana penanggulangan bencana (RPB) dengan rencana pembangunan daerah.
“Mungkin kedepan perlu juga dioptimalkan klaster kesehatan,
klaster perlindungan perempuan dan anak, termasuk kelompok rentan, serta
pemulihan sektor ekonomi pasca bencana,” kata Anggita, peserta dari Sukabumi,
Jawa Barat, diakhir webinar. [eB]
Post a Comment