News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Pelibatan Kelompok Rentan Dalam Penanggulangan Bencana

Pelibatan Kelompok Rentan Dalam Penanggulangan Bencana

Surabaya Jawa Timur - Sebagai salah satu upaya melibatkan kelompok rentan dalam penanggulangan bencana, yang salah satunya adalah penyandang disabilitas. SIAP SIAGA sebagai organisasi nirlaba yang bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur, telah menyelenggarakan focus group discussion (FGD) Pengembangan Pedoman Operasional Pengarusutamaan Gender dan Inklusi Sosial dalam Penanggulangan Bencana di Jawa Timur, Rabu (20/04/2022) bertempat di ruang Siaga BPBD Provinsi Jawa Timur.

Ancilla Bere, Koordinator Program SIAP SIAGA, dalam sambutannya, mengatakan bahwa regulasinya sudah ada, namun pelaksanaannya di lapangan masih perlu dipertanyakan efektivitasnya.

“Faktor apa yang perlu dikuatkan dan strategi apa yang harus diambil agar regulasi itu bisa berjalan. Karena, tampaknya selama ini penanganan gender dan disabilitas dalam penanggulangan bencana masih belum optimal,” kata Ancilla Bere.

Sementara, Bambang, yang mewakili BPBD Provinsi Jawa Timur, mengatakan bahwa perlu dibuat regulasi di tingkat daerah, terkait dengan keberadaan kelompok rentan. Ini penting untuk melakukan pendataan kepada kelompok rentan yang terdampak bencana, sehingga akan memudahkan melayani kebutuhannya. Termasuk pelayanan kesehatan dan pendidikan.

“Salah satu upaya inovasi layanan yang dilakukan oleh BPBD Provinsi Jawa Timur adalah Tenda Ramah Anak yang didirikan di Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang, dekat dengan Tenda Dapur Umum. Ini dimaksud untuk memudahkan layanan pemberian makanan kepada anak yang bermain di tenda dengan segala fasilitasnya,” ujarnya.


Peserta yang hadir dalam FGD tersebut antara lain BPBD Jatim, Bappeda Jatim, DP3AK Jatim, Diskominfo Jatim, DPMD Jatim, Dinsos Jatim, Forum PRB Jatim, Organisasi Penyandang Disabilitas, Organisasi Perempuan, Organiosasi Inklusi, dan Organisasi Masyarakat Sipil, yang diwakili oleh SUAR Kediri. Semua peserta aktif memberikan masukan. Sehingga suasana FGD menjadi dinamis, padahal pesertanya sedang menjalankan ibadah puasa.

Suti’ah, wakil dari Organisasi Perempuan, mengatakan bahwa Perbedaan identitaas sosial dimasyarakat  harus diakui, dihargai, dilindungi serta dipenuhi hak dan kebutuhannya  melalui proses yang menjamin kesetaraan dan keadilan atas  akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan disemua sektor, termasuk pelayanan di saat terjadi bencana.

Dikatakan pula, relasi yang timpang bisa berwujud pada  pengabaian, diskriminasi, pengucilan, pembatasan, stigmatisasi, peminggiran, kekerasan,  penyingkiran/pengusiran dan beragam bentuk eksklusi sosial lainnya.

One Widiyawati, mengatakan,  masih sering ditemui di Pos Pengungsian, bahwa pemahaman dari relawan dan pemberi bantuan akan pentingnya pendekatan gender dalam pemberian bantuan kepada kelompok rentan, masih perlu ditingkatkan lagi, termasuk masalah masalah kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak.

Terjadinya eksploitasi perempuan dan anak seringkali dilakukan oleh sesama pengungsi, famili, maupun petugas yang bertanggung jawab di Pos Pengungsian. Inilah yang perlu dicermati dalam penyusunan pedoman.

“Seringkali terjadinya peristiwa traumatis, tetapi korban tidak tahu harus melapor kemana dan kepada siapa?. Inilah pentingnya edukasi dan layanan psikososial yang menggunakan bahasa setempat agar mudah dipahami,” jelasnya sangat meyakinkan.


Sedangkan Budi dari SUAR Kediri, mengatakan bahwa belum ada kesepahaman antar organisasi perangkat daerah terhadap masalah gender dan inklusi sosial dalam penanggulangan bencana. Untuk itulah dalam pedoman yang akan dibuat nanti, hendaknya diperjelas siapa saja OPD yang terlibat di lapangan, anggarannya dari mana juga harus jelas dan bagaimana keterlibatan relawan dalam masalah ini.

Diakhir kegiatan, acara yang dipandu oleh Rurid Rudianto Ketua LPBI Kabupaten Malang, telah bersepakat untuk menindak lanjutinya dengan menyusun draft standar operasional prosedur (SOP).

”Kedepan perlu kiranya melakukan dialog kebijakan dan mempromosikan praktik baik tentang kegiatan pengarusutamaan gender. kemudian disusun sebuah dokumen yang bisa digunakan oleh semua pihak,” pungkasnya. [eB]

 

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment