Sambang Dulur Sinau Bareng (SDSB) Sebagai Media Berbagi Gagasan
Surabaya Jawa Timur – Salah satu program ikonik/unggulan
dari Forum Pengurangan Risiko Bencana (Forum PRB) Jawa Timur, adalah SDSB. Ini
bukan sumbangan dana sosial berhadiah, sebuah jenis judi yang dilegalkan untuk
mengumpulkan dana masyarakat.
SDSB disini singkatannya adalah sambang dulur sinau bareng.
Sebuah media cangkruk’an (pertemuan non formal) yang membahas segala hal
tentang pengurangan risiko bencana, dan terbukti efektif untuk meningkatkan
kapasitas relawan yang ikut SDSB. Paling tidak, dengan SDSB akan terjalin tali
silaturahmi yang erat sekaligus membangun jejaring kemitraan yang lebih luas
dengan para pihak.
Salah satu materi yang menjadi bahan obrolan adalah keterlibatan relawan dalam program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Hal ini penting, mengingat saat terlibat di dalam pengungsian, relawan diharapkan juga bisa melakukan LDP (Layanan Dukungan Psikologis), dimana metode penyampaiannya ada kemiripan dengan SPAB.
“Menurut saya LDP itu lebih pada mengajak dan memberi
semangat kepada penyintas untuk segera bangkit kembali menata kehidupannya
setelah harta bendanya dilanda bencana,” Kata Probo Santoso, membuka obrolan di
BaseCamp Jamaah LC, Kelurahan Keputih, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya Sabtu
(12/03/2022).
Sasaran LDP itu bisa orang dewasa, remaja, maupun anak-anak,
yang mengajak berkegiatan yang rekreatif, agar tidak hanya duduk diam,
merenungi nasib di pengungsian. Sukur-sukur para penyintas itu bisa dilibatkan
dalam kegiatan di dapur umum, membantu distribusi logistik, bersama-sama
membersihkan sampah yang ditimbulkan oleh bencana.
Masih kata Probo, SPAB itu adalah upaya membangun kesadaran
insan sekolah, yang di dalamnya ada siswa, guru, tenaga kependidikan, komite
sekolah dan masyarakat sekitar sekolah, akan pentingnya upaya pengurangan
risiko potensi bencana yang ada di sekitar sekolah itu berada. Sehingga mereka
bisa berbuat sesuatu untuk penyelamatan manakala terjadi bencana.
Sementara Iddin Badaru, dari Papalas, mengatakan bahwa SPAB
itu dilakukan di sekolah dalam rangka membangun ketangguhan sekolah menghadapi
bencana, yang dikolaborasikan dengan kegiatan ekstrakurikuler yang sudah ada di
sekolah.
“Masalahnya adalah, belum semua sekolah berani
menyelenggarakan program SPAB yang dikerjasamakan dengan komunitas relawan.
Alasannya, disamping belum mendapat petunjuk dari atasan, juga tidak punya
anggaran untuk membayar relawan,” kata Iddin Badaru, menceritakan
pengalamannya.
Alvian, salah satu relawan yang terlibat dalam Tim SPAB BPBD
Provinsi Jawa Timur, mengatakan bahwa saat ini program SPAB yang dilakukan di
beberapa sekolah terpilih, sifatnya masih sekedar sosialisasi, belum sampai
pada tahap aksi. Apalagi dalam bentuk kegiatan mandiri.
Dikatakan pula bahwa Program SPAB bertujuan untuk membangun
budaya siaga dan aman di sekolah, serta untuk membangun ketahanan dan
kesiapsiagaan warga sekolah dalam menghadapi bencana, sesuai konsep budaya
tangguh yang sering disuarakan oleh BNPB.
“Semoga Forum PRB berkoordinasi dengan BPBD dan Dinas Pendidikan untuk menindaklanjuti melakukan pendampingan ke sekolah-sekolah yang telah menerima sosialisasi SPAB, menjadi agenda kegiatan ekstrakurikuler. Khususnya di sekolah yang memiliki potensi bencana,” ujarnya.
Sedangkan Zainal Fattah, aktif melakukan SDSB saat melakukan
pendampingan pembentukan destana,
mengatakan bahwa relawan hendaknya tidak hanya sibuk saat tanggap darurat saja,
namun juga terlibat aktif dalam upaya menebar virus pengurangan risiko bencana
kepada masyarakat.
Saat dihubungi lewat selulernya, pria yang sibuk mendampingi
Posma (Pos Bersama) Forum PRB di Candipuro, mengatakan bahwa, program SPAB
perlu campur tangan relawan agar terdengar gaungnya, diantaranya melalui
kegiatan SDSB.
“Kalau hanya mengandalkan organisasi perangkat daerah yang
terkait, tampaknya masih sulit menjadi sebuah gerakan literasi kebencanaan,
karena berbagai kendala yang membelenggunya,” pungkas Zainal Fattah. [eB]
bismillah tetap semangat "membangun wacana" pengurangan risiko bencana melalui berbagai wahana, termasuk melalui media sosial (media online) dengan gaya dan sudut pandang sesuai kapasitas masing2
ReplyDelete