Komunitas Jangkar Kelud Bersinergi, Untuk Pengurangan Risiko Bencana
Kabupaten Malang Jawa Timur - Ketika itu, tahun 2007 terjadi
erupsi Gunung Kelud. Masyarakat yang berdomisili dilerengnya kebingungan. Tidak
tahu harus berbuat apa, bagaimana, dimana dan kemana mencari tempat berkumpul
untuk mengungsi. Mereka juga belum paham tentang sistem peringatan dini.
Memasuki tahun 2008,
ada sekelompok Komunitas Pecinta alam Pemerhati Lingkungan Indonesia , bersama
Pusat Study Management Bencana Universitas Pembangunan Nasional Jogjakarta,
datang menebar ilmu tentang Pengurangan Risiko Bencana.
Diawali dengan enam Desa di sekitar lereng Kelud, diantaranya Desa Besowo, Kebonrejo, Kecamatan
Kepung, Desa Puncu Kecamatan Puncu, Desa Sugih Waras, Desa Sempu Kecamatan
Ngancar untuk Kabupaten Kediri Jawa Timur.
Sedangkan Desa Modangan Kecamatan Nglegok, Desa Sukosewu Kecamatan Garum, Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten
Blitar. Untuk wilayah Kabupaten Malang, meliputi Desa Pandansari Kecamatan
Ngantang, dan Desa Pondokagung Kecamatan Kasembon.
Dari proses interaksi yang berkali-kali tanpa henti itulah,
kemudian pada ( 9/8/ 2008) tercetuslah nama Perkumpulan Jangkar Kelud sebagai
media silaturahmi, belajar bersama, berkolaborasi membangun sinergi untuk
memahami konsep “Living Harmony With Disaster”. Melalui PRBBK (Pengurangan
Risiko Bencana Berbasis Komunitas).
Secara berkala mereka mengadakan lokalatih tentang upaya PRB
berbasis komunitas, agar masyarakat di seputar lereng Gunung Kelud memahami
akan pentingnya budaya tangguh bencana.
Ketika erupsi gunung Merapi tahun 2010, Tim Siaga Jangkar Kelud mengawali aksi
sebagai Relawan Kemanusiaan membantu kawan-kawan Komunitas relawan di wilayah
Jogjakarta, yang tengah sibuk membantu pemerintah daerah menangani bencana
Gunung Merapi yang tidak pernah ingkar janji menampilkan wedus gembel secara
berkala.
Proses belajar pun terus berlanjut sebagai upaya peningkatan
kapasitas. Tahun 2011, Perkumpulan Jangkar Kelud merangkul aktivis Jaringan
Radio Komunitas untuk diajak secara rutin menginformasikan perkembangan Gunung
Kelud melalui program siarannya.
Sebagai salah satu sistem peringatan dini, ada tiga titik
radio pancar ulang yang berguna untuk memperlancar gelombang frekuenzi pada
radio komunitas yang ada di seputaran lereng Gunung Kelud. Mereka adalah 1. Rakom S2 (SosoFm di Desa Soso, Kecamatan
Gandusari Blitar, 2. Lintas Kelud di Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, 3. Candi Kelud FM di Desa Candirejo,
Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar.
Untuk Kabupaten Kediri, radio komunitas yang terlibat adalah Sera Fm di desa Sempu, kecamatan Ngancar, KeludFM di desa Sugihwaras, kecamatan Ngancar, JKSFM didesa Sarak kecamatan Puncu ka, AdcoFM di desa Siman, Kecamatan Kepung kabupaten Kediri.
Sedangkan di Kabupaten Malang, yang terlibat adalah
PandawaFM Desa Pondokagung, kecamatan Kasembon, dan smartFM desa Ngantru,
Kecamatan Ngantang.
Semua radio komunitas yang tergabung dalam mitra Jangkar
Kelud secara berkala menginformasikan status Gunung Kelud, sehingga warga siap
menghadapi bencana. Mereka berkoordinasi
dengan Pos Pantau Gunung Api Kelud, melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi.
Tahun 2013, di wilayah area Wisata Waduk Nyunyur, Desa Soso,
kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, dilaksanakan kegiatan tahunan dengan
nama “Riayan”, yaitu tradisi yang dilakukan untuk menambah wawasan,
meningkatkan kapasitas dan berbagi pengalaman tentang praktek baik yang
dijalankan di setiap Desa.
Tidak lupa, mereka mengundang beberapa tokoh serta ahli
kebencanaan, seperti KAPPALA Indonesia, PSMB UPN Jogja, dan PVMBG, membahas
kerja-kerja kemanusiaan terkait dengan PRBB, UU Nomor 24 tahun 2007 dan Perka
lain yang relevan dengan peran masyarakat. Baik pada fase pra bencana, tanggap
darurat, maupun pasca bencana. Ini penting untuk meminimalisir jatuhnya korban
bila Gunung Kelud erupsi.
Kesiapsiagaan masyarakat benar-benar teruji ketika Gunung
Kelud erupsi pada tanggal 13 Februari 2014. Abu Gunung Kelud menyebar
kemana-mana, bahkan sampai ke Jogja, merusak pemukiman warga. Lahan pertanian
dan perkebunan tertutup abu vulkanik hingga mengalami puso, roda ekonomi pun
terganggu beberapa waktu.
Namun, tidak satupun ada laporan tentang jatuhnya korban
jiwa. Jika ada yang meninggal, itu semata karena faktor lain. Ya, boleh dikata
bencana Kelud tidak membawa korban jiwa (nol korban). Lho kok bisa?.
Semua itu, salah satunya adalah andil dari Perkumpulan
Jangkar Kelud, yang dengan setia mendampingi masyarakat di seputaran lereng
Gunung Kelud dalam penerapan konsep PRBBK, yang dapat mendorong munculnya peran
aktif masyarakat, terutama di lokasi rawan bencana, untuk merencanakan,
melaksanakan, mengendalikan, serta memanfaatkan dan mengelolasendiri dalam
setiap tahapn kegiatan PRB.
Dengan demikian akan terbangun kesiapsiagaan menghadapi
bencana seperti yang tersirat di dalam budaya tangguh bencana. Yaitu upaya
meningkatkan keterampilan masyarakat dalam manajemen risiko bencana serta
pembinaan masyarakat yang sadar terhadap risiko bencana. Sebuah pembelajaran
yang layak untuk diadopsi oleh komunitas lain, termasuk pengurus destana di
berbagai daerah. [sur]
Post a Comment