News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Forum PRB Membangun Koordinasi Dengan Multipihak

Forum PRB Membangun Koordinasi Dengan Multipihak

Surabaya Jawa Timur - Dalam Peraturan Kepala BNPB nomor 17 tahun 2011, dikatakan bahwa peran relawan dalam penanggulangan bencana itu ada disemua fase. Baik itu fase pra bencana, fase tanggap darurat, dan fase pasca bencana. Namun banyak yang lebih suka berperan di fase tanggap darurat karena tampak kiprahnya. Terlihat langsung heroiknya.

Padahal peran di fase pra bencana sangat penting terkait dengan upaya pengurangan risiko bencana. Seperti melakukan edukasi, dan sosialisasi melalui program sapa destana, sambang desa sinau bareng, safari mosipena dan SPAB. Semua itu dalam rangka membangun kesadaran akan ketangguhan menghadapi bencana. 

Dalam rangka kesiapsiagaan, relawan dipahamkan tentang kehidupan dan penghidupan yang selalu ada di lingkungan ancaman, peningkatan kewaspadaan pun selalu ditingkatkan baik di lingkup keluarga, lingkungan sekitar dan wilayah yang lebih luas lagi sesuai jangkauan dan kemampuan untuk melakukan proses penyelamatan.

Pengertian semacam inilah yang perlu juga dikenalkan kepada masyarakat yang berdomisili di kawasan rawan bencana, agar mereka bias melakukan upaya pengurangan risiko bencana dan penyelamatan mandiri sebelum bantuan dari luar berdatangan. Termasuk upaya pemulihan pasca bencana, sesuai konsep daya lenting. 

Persiapan dan pembekalan darurat setiap personil yang akan turun ke lokasi bencana pun selalu diperhatikan agar siap setiap saat dimobilisasi. Selain itu, koordinasi dan komunikasi antar pihak, serta penyiapan sarana prasarana, termasuk transportasi, tidak luput dari langkah strategis untuk dilakukan dalam misi kemanusiaan.

Koordinasi semua elemen yang turun di lokasi wajib dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih peran. Termasuk adanya komunikasi antara relawan dengan Agen Bencana dan TRC yang dibentuk BPBD, serta relawan lain dibawah instansi/lembaga. Seperti PMI, PRAMUKA, dan TAGANA. Tanpa koordinasi akan menyuburkan lelaku egosektoral.  

Begitu juga dalam misi penyelamatan, tidak lupa tradisi dan kearifan lokal di lokasi bencana lebih diutamakan supaya terjalin keseimbangan kehidupan, antara relawan sebagai pendatang dengan masyarakat setempat yang terpapar dan yang “mbaurekso” lingkungan alam sekitar. 

Tradisi umum lokal  adalah modal dan bekal untuk mewujudkan budaya yang indah. Sehingga proses penanggulangan bencana bisa terlaksanaka dengan cepat, tepat, dan terukur tanpa berbenturan dengan kepentingan setempat (politik lokal). 

Artinya, semua relawan yang datang ke lokasi hendaknya mencatatkan diri di posko atau relawan yang ditugasi menangani desk relawan untuk memudahkan penanganan relawan. Untuk itulah perlu ada wakil relawan, dalam hal ini FPRB (Forum Pengurangan Risiko Bencana) yang dilibatkan dalam rapat-rapat resmi yang digelar secara berkala di posko. Ini penting sebagi sebuah pengakuan akan keberadaannya sebagai mitra kritis dari BPBD, sesuai mandat UU nomor 24 tahun 2007 dan PP nomor 21 tahun 2008.

Disitulah relawan sebagai salah satu elemen pentahelix bisa menyuarakan secara langsung gagasan, usulan dan saran serta laporan aktivitas kesehariannya. Bukan sekedar setor laporan. Karena bisa terjadi distorsi dan pemutarbalikan fakta dan data. Inilah makna kesetaraan berkoordinasi antar elemen pentahelix dalam penanganan bencana, sesuai peran dan kapaitas masing-masing. [SUR]

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

1 comments: